Kamis, 22 Juli 2010

BOLAVOLI: PEMBELAJARAN TEKNIK DASAR

Peningkatan kualitas teknik merupakan suatu proses pembelajaran motorik, dimana untuk mencapai suatu penguasaan keterampilan membutuhkan suatu rangkaian proses yang berhubungan dengan latihan/pengalaman yang mengarahkan pada terjadinya perubahan-perubahan yang relatif permanen dalam bentuk kemampuan seseorang untuk menampilkan gerakan-gerakan yang terampil. Terdapat beberapa tahap dalam proses pembelajaran keterampilan motorik. Dimulai dari tahap kognitif, dimana gerakan masih terlihat kasar hingga basal ganglia dan cerebellum dapat bekerja dengan sinkron pada tahap otomatis. Waktu untuk mencapai tahap otomatis dalam pembelajaran motorik tergantung seberapa kompleks gerakan yang dipelajari, kualitas latihan, dan bakat alami yang dimiliki oleh masing-masing individu.

Sebagai suatu proses, pembelajaran teknik membutuhkan pendekatan yang sistematik untuk mencapai efisiensi optimal. Dalam pencapaian prestasi, sistematika pengembangan teknik-teknik dalam permainan bolavoli adalah dengan: (1) mengajarkan prinsip mekanika gerakan-gerakan teknik, (2) memberikan latihan gerakan teknik, (3) mengembangkan intelegensi taktik, (4) mengintegrasikan kemampuan teknik anak didik dalam sistem pertandingan, dan (5) memastikan efisiensi penampilan teknik anak didik melalui kompetisi. Tahap pertama dan kedua diperlukan dalam tahap awal pembelajaran teknik, sedangkan tahapan selanjutnya digunakan untuk mengembangkan anak didik dalam mecapai prestasi tinggi.

Proses pengenalan suatu bentuk keterampilan dilakukan dengan memberikan stimulasi verbal maupun visual. Pada tahap pengenalan teknik, modelling (pemberian contoh) merupakan piranti utama bagi pendidik. Demonstsrasi dapat dilakukan oleh pelatih maupun seseorang yang dapat melakukan teknik yang diajarkan dengan baik sehingga anak didik mendapat gambaran gerakan teknik yang akurat. Bantuan peralatan audio-visual (serial frame gambar teknik, video, dan sebagainya) akan sangat memudahkan pendidik dalam memberikan penjelasan. Pendidik memberikan gambaran mengenai gerak keseluruhan dari suatu bentuk keterampilan, kemudian menjelaskan pelaksanaan tiap bagian geraknya. Pelatihan gerak dasar bisa dimulai dengan mengarahkan anak didik untuk mencoba melakukan potongan-potongan teknik, kemudian merangkainya menjadi suatu gerakan utuh. Setelah anak didik mengenal dan memahami bentuk kinerja suatu teknik dalam suatu gerakan utuh, proses dilanjutkan dengan metode drilling (latihan dalam kondisi siap). Perbedaan individual dapat dilihat dalam tahap ini, sehingga pendidik dapat menentukan dan mengelompokkan keseragaman individu. Dengan mengelompokkan individu sesuai dengan potensi, tinggi rendahnya serapan, atau keseragaman ciri yang ditampilkan maka proses latihan selanjutnya akan menjadi lebih terarah dan pekerjaan untuk memberikan dasar teknik sesuai dengan efektivitas dan efisiensi gerak menjadi lebih mudah.

Pendisribusian giliran drilling dapat diatur sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran menjadi lebih terarah. Meskipun pengelompokan dapat memudahkan proses koreksi dan pengembangan lebih lanjut, tetapi mencampurkan antara bermacam-macam tingkat penguasaan keterampilan anak didik dapat membantu untuk memberikan koreksi kepada anak didik dengan tingkat serapan rendah. Resikonya, kemampuan anak didik akan bergeser pada model distribusi normal. Selanjutnya, metode belajar mandiri (baik berkelompok, berpasangan, maupun individual) dengan berbagai variasi latihan dengan orientasi penguasaan teknik dapat dijadikan pilihan untuk pematangan keterampilan dan proses menuju tahap otomatisasi.

Melanjutkan latihan untuk menuju tahap otomatisasi gerakan secara teoritis lebih mudah dibandingkan tahap sebelumnya. Otomatisasi gerakan tergantung dari seberapa banyak repetisi yan dilakukan dalam mempelajari suatu teknik. Akan tetapi perlu mendapat perhatian, seringkali anak didik melakukan latihan dengan meninggalkan efektivitas dan efisiensi dari suatu gerakan ketika penguasaan teknik mereka mencapai tahap asosiatif. Adaptasi psikomotorik akan tergantung pada seberapa banyak gerakan dengan pola yang sama dilakukan. Oleh karena itu pengawasan perlu mendapat penekanan lebih besar dalam proses menuju otomatisasi gerak, sehingga anak didik tidak tertuntun kepada otomatisasi gerak yang tidak efektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar